Jokowi Buka Pintu Investasi Miras di 4 Provinsi, Ngefek ke Ekonomi?
Keeepohnih – Presiden Joko Widodo( Jokowi) sudah menghasilkan Peraturan Presiden( Perpres) No 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Dalam kebijakan itu salah satunya diatur menimpa investasi minuman beralkohol ataupun minuman kera( miras).
Lewat kebijakan itu pemerintah membuka pintu buat investor baru baik lokal ataupun asing buat minuman beralkohol di 4 provinsi ialah Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, serta Papua. Kemudian apakah kebijakan ini hendak membagikan pengaruh terhadap ekonomi?
Periset dari Center of Reform on Economics( CORE) Indonesia, Yusuf Rendy memperhitungkan pengaruhnya hendak sangat kecil terhadap ekonomi, spesialnya buat 4 provinsi itu sendiri.
” Aku belum menciptakan pengaruh investasi minuman beralkohol ke wilayah yang diartikan. Daerah- daerah yang diartikan lebih banyak ekonominya didorong bukan kepada industri minuman beralkohol namun kepada zona lain.
Yusuf mencontohkan Papua, provinsi sangat timur itu baginya lebih banyak didorong oleh industri pertambangan. Sedangkan Bali banyak didukung pariwisata.
Tidak hanya itu bagi Yusuf kebijakan ini memancing penolakan dari bermacam pihak. Dengan begitu kemampuan resistensi dari kebijakan investasi miras ini lumayan besar.
” Sehingga pada muaranya hendak berakibat pada atensi investor nantinya,” tambahnya.
Sedangkan Ekonom di Institute for Development of Economics and Finance( INDEF) Bhima Yudhistira memperhitungkan malah kebijakan itu membuat wajah Indonesia di mata investor asing spesialnya dari negeri muslim kurang bagus.
” Banyak zona yang dapat dibesarkan tidak hanya industri miras. Jika cuma memiliki akibat ke tenaga kerja, zona pertanian serta pengembangan agro industri harusnya yang dipacu,” terangnya.
Menurut Bhima dengan dibukanya investasi minuman beralkohol akan berdampak buruk secara jangka panjang. Selain kesehatan, berpotensi menimbulkan gejolak sosial.
“Apalagi kalau produk mirasnya ditawarkan ke pasar dalam negeri. Sebaiknya aturan ini direvisi lagi dengan pertimbangan dampak negatif dalam jangka panjang. Ini bukan sekedar pertimbangan moral tapi juga kerugian ekonomi dari sisi kesehatan,” tutupnya.